MAKALAH
“TATALAKSANA
PASIEN HIPEROSMOLAR
HIPERGLIKEMI ”
HIPERGLIKEMI ”
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Kegawatdaruratan Sistem II
Dosen Pengampu : Tia Amestiasih.,
S.Kep., Ns
PROGRAM
STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
RESPATI YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis adalah keadaan koma akibat dari
komplikasi diabetes melitus di mana terjadi gangguan metabolisme yang
menyebabkan: kadar gula darah sangat tinggi, meningkatkan dehidrasi hipertonik
dan tanpa disertai ketosis serum, biasa terjadi pada DM tipe II.
HHNK yang merupakan komplikasi dari DM tipe II
telah menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat global dan menurut International
Diabetes Federation (IDF) pemutakhiran ke-5 tahun 2012, jumlah penderitanya
semakin bertambah. Menurut estimasi IDF tahun 2012, lebih dari 371 juta orang
di seluruh dunia mengalami DM, 4,8 juta orang meninggal akibat penyakit
metabolik ini dan 471 miliar dolar Amerika dikeluarkan untuk pengobatannya.
Di Indonesia
pervalensi HHNK belum teridentifikasi secara pasti. Namun terjadinya HHNK tersebut disebabkan oleh DM
tipe 2. Prevalensi DM Tipe 2 yang terdiagnosis
dokter tertinggi menurut Riskesdas
terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan
Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau
gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%),
Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur 3,3 persen.
Hiperglikemia ditemukan
85% pasien HHNK mengidap penyakit ginjal atau kardiovaskuler, pernah
jugaditemukan pada penyakit akromegali, tirotoksikosis, dan penyakit Chusing.
Pasien HHNK kebanyakan usianya tua dan seringkali mempunyai
penyakit lain. Komplikasi sangat sering terjadi dan angka kematian mencapai
25%-50%.
Angka kematian
HHNK 40-50%, lebih tinggi dari pada diabetik ketoasidosis. Karena pasien HHNK
kebanyakan usianya tua dan seringkali mempunyai penyakit lain. Sindrom koma
hiperglikemik hiperosmolar non ketosis penting diketahui karena kemiripannya
dan perbedaannya dari ketoasidosis diabetic berat dan merupakan diagnosa
banding serta perbedaan dalam penatalaksanaan. Pasien yang mengalami sindrom
koma hipoglikemia hiperosmolar nonketosis akan mengalami prognosis jelek.
Komplikasi sangat sering terjadi dan angka kematian mencapai 25%-50% (Morton, 2011).
B.
Tujuan
- Tujuan umum
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien
(HHNK) hiperglikemia hiperosmolar non ketotik.
- Tujuan khusus
- Diharapkan mahasiswa mengetahui pengertian Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
- Diharapkan mahasiswa mengetahui etiologi dari Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
- Diharapkan mahasiswa mengetahui manifestasi klinik dari Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
- Diharapkan mahasiswa mengetahui komplikasi Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
- Diharapkan mahasiswa mengetahui tindakan kritis pada pasien dengan Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Koma
nonketotik hiperglikemik hipersomolar merupakan komplikasi akut yang dijumpai
pada pengidap diabetes tipe 2. Kondisi ini juga merupakan petunjuk perburukan
drastis penyakit (Elizabet, 2009).
Koma
hipersomolar hiperglikemi adalah suatu kedaruratan yang mengancam jiwa
yang di tandai dengan hiperglikemi (kadar glukosa darah melebihi 600 mg/dl dan
dapat setinggi 2000mg/dl) dengan tidak terdapatnya ketonemia yang signifikan
(Mima, 2001).
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik
adalah suatu komplikasi akut dari diabetes melitus di mana penderita akan
mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing,
kejang dan suatu keadaan yang disebut koma. Ini terjadi pada penderita diabetes
tipe II (www.wikipedia.com)
Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis
adalah keadaan koma akibat dari komplikasi diabetes melitus di mana terjadi
gangguan metabolisme yang menyebabkan: kadar gula darah sangat tinggi,
meningkatkan dehidrasi hipertonik dan tanpa disertai ketosis serum, biasa terjadi
pada DM tipe II.
Menurut Hudak dan Gallo (edisi VI) koma hiperosmolar adalah komplikasi
dari diabetes yang ditandai dengan :
- Hiperosmolaritas dan kehilangan cairan yang hebat.
- Asidosis ringan.
- Sering terjadi koma dan kejang lokal.
- Kejadian terutama pada lansia.
- Angka kematian yang tinggi.
B. Etiologi
1.
Insufisiensi insulin
a.
DM, pankreatitis, pankreatektomi
b.
Agen pharmakologic (phenitoin, thiazid)
2.
Increase exogenous glucose
a.
Hiperalimentation (tpn)
b.
High kalori enteral feeding
3.
Increase endogenous glukosa
a.
Acute stress (ami, infeksi)
b.
Pharmakologic (glukokortikoid, steroid,
thiroid)
4.
Infeksi: pneumonia, sepsis,
gastroenteritis.
5.
Penyakit akut: perdarahan
gastrointestinal, pankreatitits dan gangguan kardiovaskular.
6.
Pembedahan/operasi.
7.
Pemberian cairan hipertonik.
8.
Luka bakar.
Faktor risiko Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik :
1.
Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun)
2.
Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman,
atau IMT>27 (kg/m2)
3.
Tekanan darah tinggi (TD > 140/90
mmHg)
4.
Riwayat keluarga DM
5.
Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi
> 4000 gram
6.
Riwayat DM pada kehamilan
7.
Dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan/atau
trigliserida>250 mg/dl)
8.
Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu)
atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinik
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik / Gejala Hiperglikemia Hiperosmolar Non
Ketotik
Tanda dan gejala umum
KHNK adalah haus, kulit terasa hangat dan kering, mual dan muntah, nafsu makan
menurun (penurunan berat badan), nyeri abdomen, pusing, pandangan kabur, banyak
kencing, mudah lelah, polidipsi, poliuria, penurunan kesadaran.
Gejala-gejala
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik meliputi :
1.
Agak mengantuk, insiden stupor atau
sering koma.
2.
Poliuria selam 1 -3 hari sebelum gejala
klinis timbul.
3.
Tidak ada hiperventilasi dan tidak ada
bau napas.
4.
Penipisan volume sangat berlebihan
(dehidrasi, hipovolemi).
5.
Glukosa serum mencapai 600 mg/dl sampai
2400 mg/dl.
6.
Kadang-kadang terdapat gejala-gejala
gastrointestinal.
7.
Hipernatremia.
8.
Kegagalan mekanisme haus yang
mengakibatkan pencernaan air tidak adekuat.
9.
Osmolaritas serum tinggi dengan gejala
SSP minimal (disorientasi, kejang setempat).
10.
Kerusakan fungsi ginjal.
11.
Kadar HCO3 kurang dari 10 mEq/L.
12.
Kadar CO2 normal.
13.
Celah anion kurang dari 7 mEq/L.
14.
Kalium serum biasanya normal.
15.
Tidak ada ketonemia.
16.
Asidosis ringan
D. Patofisiologi.
Sindrome Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik mengambarkan
kekurangan hormon insulin dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan insulin
menyebabkan hambatan pergerakan glukosa ke dalam sel, sehingga terjadi
akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan hormon glukagon menyebabkan
glycogenolisis yang dapat meningkatkan kadar glukosa plasma. Peningkatan kadar
glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar serum akan menarik
cairan intraseluler ke dalam intra vaskular, yang dapat menurunkan volume
cairan intraselluler. Bila klien tidak merasakan sensasi haus akan menyebabkan
kekurangan cairan.
Tingginya kadar glukosa serum akan
dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul glycosuria yang dapat mengakibatkan
diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria ). Dampak dari poliuria akan
menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti hilangnya potasium, sodium
dan phospat.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa
tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan
terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena
ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi
hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa
dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua
kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan
glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria
mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus
sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum
terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun mengakibatkan sekresi
hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar hiperglikemik.
Produksi insulin yang kurang akan
menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan
makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena
digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar
sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia.
Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi
homestasis akan mengakibatkan hiperglikemia, hiperosmolar, diuresis osmotik
berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi sistem saraf pusat karena ganguan
transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi koma.
Hemokonsentrasi akan meningkatkan
viskositas darah dimana dapat mengakibatkan pembentukan bekuan darah,
tromboemboli, infark cerebral, jantung.
E. Pathway
Terlampir
F. Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan laboratorium Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik sangat
membantu untuk membedakan dengan ketoasidosis diabetik.
Kadar glukosa darah > 600 mg%, aseton negative, dan beberapa tambahan yang
perlu diperhatikan : adanya hipertermia, hiperkalemia, azotemia, kadar blood urea
nitrogen (BUN): kreatinin = 30 : 1 (normal 10:1), bikarbonat serum > 17,4
mEq/l.
G. Komplikasi
1.
Koma.
2.
Gagal jantung.
3.
Gagal ginjal.
4.
Gangguan hati.
5.
Iskemia/infark
organ
6.
Hipo/hiperglikemia
7.
Hipokalemia
8.
Hiperkhloremia
9.
Edema
serebri
10.
Kelebihan
cairan
11.
ARDS
12.
Tromboemboli
13.
Rhabdomiolisis
H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
1.
Penatalaksanaan
Keperawatan
a.
Primery
survey
1)
Airway
Airway
Airway
2)
Breathing
O2
O2
3)
Circulation
Cairan 1 L NaCl 0,9% bolus (2 L bila hipotensi) :
saline setengah normal.
4)
Disability
Tentukan GCS, nilai pupil.
5)
Exposure
Buka pakaian penderita, Cegah hipotermia.
Buka pakaian penderita, Cegah hipotermia.
b.
Tambahan
primary survey
1)
Pasang
monitor EKG
2)
Nasopharyngeal
airway placement/ intubasi endotrakea
3)
Kateter
urin
4)
Kateter
vena sentral Ã
untuk ukur CVP, infus, ambil contoh darah
5)
Kateter
arteri Ã
untuk analisis gas darah, tekanan darah arteri
6)
Pulse
oksimetri
c.
Resusitasi
fungsi vital dan reevaluasi
d.
Secondary
survey
1)
Anamnesis
AMPLE : alergi, medikasi, past illness, last meal, environtment
AMPLE : alergi, medikasi, past illness, last meal, environtment
2)
Pemeriksaan
fisik
3)
Terapi
definitive
-
Insulin
bolus 0,1 U/kg : infuse IV kontinu 0,1 U/kg/jam :
glukosan <300 mg/dl : dextrose 5%, insulin turunkan perlahan
(75-100 mg/dl/jam) : cukup jumlah kecildan hati-hati cz HHS
sensitive terhadap insulin, cepat menurunkan glukosa
serum
-
Antibiotik
-
Monitor
elektrolit dan gas darah vena setiap 2-4 jam
e.
Rujuk
Konsultasi endokrinologi, neurology, penyakit infeksi,
psikiatri
2.
Penatalaksanaan
Medis
a.
Pengobatan utama adalah rehidrasi dengan
mengunkan cairan
NaCl bisa diberikan cairan isotonik atau hipotonik ½ normal diguyur 1000
ml/jam sampai keadaan cairan intravaskular dan perfusi jaringan mulai membaik,
baru diperhitungkan kekurangan dan diberikan dalam 12-48 jam. Pemberian cairan
isotonil harus mendapatkan pertimbangan untuk pasien dengan kegagalan jantung,
penyakit ginjal atau hipernatremia. Glukosa 5% diberikan pada waktu kadar
glukosa dalam sekitar 200-250 mg%.
b.
Insulin
Pada saat ini para
ahli menganggap bahwa pasien hipersemolar hiperglikemik non ketotik sensitif
terhadap insulin dan diketahui pula bahwa pengobatan dengan insulin dosis
rendah pada ketoasidosis diabetik sangat bermanfaat. Karena itu pelaksanaan
pengobatan dapat menggunakan skema mirip proprotokol ketoasidosis diabetik
c.
Kalium
Kalium darah harus
dipantau dengan baik. Bila terdapat tanda fungsi ginjal membaik, perhitungan
kekurangan kalium harus segera diberikan
d.
Hindari infeksi sekunder
Hati-hati dengan
suntikan, permasalahan infus set, kateter
I. Pengkajian Keperawatan (Pengkajian Berdasarkan Pengkajian
Kegawatdaruratan)
1.
Primery Survey
a.
Airway
Kemungkinan ada
sumbatan jalan nafas, terjadi karena adanya penurunan kesadaran/koma sebagai
akibat dari gangguan transport oksigen ke otak.
b.
Breathing
Tachypnea, sebagai
upaya untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
c.
Circulation
Sebagai akibat
diuresis osmotik, akan terjadi dehidrasi. Visikositas darah juga akan mengalami
peningkatan, yang berdampak pada resiko terbentuknya trombus. Sehingga akan
menyebabkan tidak adekuatnya perfusi organ.
d.
Disability kesadaran compos mentis GCS
15.
2.
Sekunder Survey
Apabila managemen ABC menghasilkan kondisi yang stabil, perlu pengkajian
dengan menggunakan pendekatan head to toe.Dari pemeriksaan fisik ditemukan
pasien dalam keadaan apatis sampai koma, tanda-tanda dehidrasi seperti turgor
turun disertai tanda kelainan neurologist, hipotensi postural, bibir dan lidah
kering, tidak ada bau aseton yang tercium dari pernapasan, dan tidak ada
pernapasan Kussmaul.
Pemeriksaan fisik
a.
Neurologi (Stupor, Lemah, disorientasi,
Kejang, Reflek normal,menurun atau tidak ada.
b.
Pulmonary (Tachypnae, dyspnae, Nafas
tidak bau acetone, Tidak ada nafas kusmaul.
c.
Cardiovaskular (Tachicardia, Hipotensi
postural, Mungkin penyakit kardiovaskula( hipertensi, CHF ), Capilary refill
> 3 detik.
d.
Renal (Poliuria( tahap awal ), Oliguria
( tahap lanjut ), Nocturia, inkontinensia
e.
Integumentary (Membran mukosa dan kulit
kering, Turgor kulit tidak elastis, Mata lembek, Mempunyai infeksi kulit, luka
sulit sembuh.
f.
Gastrointestinal (Distensi abdomen
danPenurunan bising usus)
3.
Tersier Survey
a.
Riwayat Keperawatan
·
Persepsi-managemen kesehatan
1)
Riwayat DM tipe II
2)
Riwayat keluarga DM
3)
Gejala timbul beberapa hari, minggu.
b.
Nutrisi – metabolik
1)
Rasa haus meningkat, polidipsi atau
tidak ada rasa haus.
2)
Anorexia
3)
Berat badan turun.
c.
Eliminasi
1)
Poliuria, nocturia.
2)
Diarhe atau konstipasi.
d.
Aktivitas – exercise
lelah, lemah.
e.
Kognitif
1)
Kepala pusing, hipotensi orthostatik.
2)
Penglihatan kabur.
3)
Gangguan sensorik.
Pemeriksaan Diagnostik
a.
Serum glukosa: 800-3000 mg/dl.
b.
Gas darah arteri: biasanya normal.
c.
Elektrolit à biasanya rendah karena diuresis.
d.
BUN dan creatinin serum à meningkat karena dehidrasi atau ada
gangguan renal.
e.
Osmolalitas serum: biasanya lebih dari
350 mOsm/kg.
f.
pH > 7,3.
g.
Bikarbonat serum> 15 mEq/L.
h.
Sel darah putih à meningkat pada keadaan infeksi.
i.
Hemoglobin dan hematokrit à meningkat karena dehidrasi.
j.
EKG Ã mungkin aritmia karena penurunan potasium
serum.
k.
Keton urine tidak ada atau hanya
sedikit.
J. Diagnosa Keperawatan
1.
Volume cairan kurang dari kebutuhan
2.
Gangguan perfusi jaringan
3.
Jalan napas tidak efektif
4.
Intoleransi aktivitas
K. Rencana Keperawatan
1.
Volume cairan
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan deuresis osmotik
Intervensi :
a.
Dapatkan riwayat pasien atau orang
terdekat sehubungan lamanya atau intensitas dari gejala seperti pengeluaran
urine yang berlebih.
Rasional :
Membantu dalam memperkirakan kekurangan volume total. Tanda dan gejala
mungkin sudah ada pada beberapa waktu sebelumnya.
b.
Pantau TTV, catat adanya perubahan TD
ortostatik.
Rasional :
Hipovolemia dapat dimanisfestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
Perkiraan berat ringannya hipovolemia, dapat dibuat ketika tekanan darah
sistolik pasien turun lebih dari 10 mm Hg dari posisi berbaring ke posisi duduk
atau berdiri.
c.
Pantau pola nafas seperti adanya
pernapasan Kussmaul atau pernapasan yang berbau keton.
Rasional :
Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang menghasilkan
kompensasi alkalosis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis. Pernapasan
yang berbau aseton berhubungan dengan pemecahan asam aseto-asetat dan harus
berkurang bila ketosis harus terkoreksi.
d.
Pantau frekuensi dan kualitas
pernapasan, penggunaan otot bantu napas, dan adanya apnea dan munculnya
sianosis.
Rasional :
Koreksi hiperglikemia dan asidosis akan menyebabkan pola dan frekuensi
pernapasan mendekati normal. Tetapi peningkatan kerja pernapasan, pernapasan
dangkal, pernapasan cepat, dan munculnya sianosis mungkin merupakan indikasi
dari kelelahan pernapasan dan mungkin pasien itu kehilangan kemampuannya untuk
melakukan kompensasi pada asidosis.
e.
Pantau suhu, warna kulit, atau
kelembabannya.
Rasional :
Meskipun demam, menggigil dan diaforesis merupakan hal umum terjadi pada
proses infeksi, demam dengan kulit kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan
dari dehidrasi.
f.
Pantau masukan dan pengeluaran, catat
berat jenis urin.
Rasional :
Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan
keefektifan dari terapi yang diberikan.
g.
Berikan cairan sesuai dengan indikasi :
normal salin atau setengah normal salin dengan atau tanpa dektrosa.
Rasional :
Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan
respon pasien secara individual.
h.
Berikan kalium atau elektrolit yang lain
melalui IV dan atau melalui oral sesuai indikasi.
Rasional :
Kalium harus ditambahkan pada IV untuk mencegah hipokalemia.
i.
Pantau pemeriksaan laboratorium seperti
natrium.
Rasional :
Mungkin menurun yang dapat mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel
(diuresis osmotik). Kadar natrium yang tinggi mencerminkan kehilangan cairan
atau dehidrasi berat atau reabsorpsi natrium dalam berespon terhadap sekresi
aldosteron.
2.
Gangguan
perfusi jaringan berhubungan dengan adanya gangguan transport O2
Intervensi :
a.
Pertahankan tirah baring dengan posisi
kepala datar dan pantau tanda vital sesuai indikasi.
Rasional :
Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya resiko herniasi
batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera.
b.
Pantau frekuensi atau irama jantung.
Rasional :
Perubahan pada frekuensi (tersering adalah bradikardia) dan disritmia
dapat terjadi, mencerminkan trauma atau tekanan batang otak.
c.
Berikan tindakan yang menimbulkan rasa
nyaman, seperti masase punggung, lingkungan yang tenang, suara yang halus dan
sentuhan yang lembut.
Rasional :
Meningkatkan istirahat menurunkan stimulasi sensori yang belebihan.
d.
Pantau status neurologis secara teratur
dan bandingkan dengan nilai standart (misalnya skala koma Glascow).
Rasional :
Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, dan perkembangan
kerusakan SSP.
e.
Catat ada atau tidaknya refleks-refleks
tertentu seperti refleks menelan, batuk dan Babinski.
Rasional :
Penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tingkat otak tengah
atau batang otak dan sangat berpengaruh langsung terhadap keamanan pasien.
Kehilangan refleks berkedip mengisyaratkan adanya kerusakan pada daerah pons
dan medulla. Tidak adanya refleks batuk meninjukkan adanya kerusakan pada
medulla. Refleks Babinski positif mengindikasikan adanya trauma sepanjang jalur
pyramidal pada otak.
f.
Tinggikan kepala tempat tidur sekitar
15-45 derajat sesuai toleransi atau indikasi. Jaga kepala pasien tetap berada
pada posis netral.
Rasional:
Peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK.
g.
Berikan cairan IV dengan alat control
khusus. Batasi pemasukan cairan dan berikan larutan hipertonik atau elektrolit
sesuai indikasi.
Rasional:
Meminimalkan fluktuasi dalam aliran vaskuler dan TIK. Restriksi cairan
mungkin diperlukan untuk mengurangi cairan tubuh total dan selanjutnya akan
menurnkan edema serebral terutama saat munculnya SIADH.
h.
Berikan O2 tambahan sesuai
indikasi.
Rasional:
Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan
volume darah serebral yang meningkatkan TIK.
3.
Jalan napas
tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
Intervensi:
a.
Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan.
Rasional:
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan atau kronisnya
proses penyakit.
b.
Kaji atau awasi secara rutin kulit dan
warna membrane mukosa.
Rasional:
Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat
sekitar bibir atau daun telinga). Keabu-abuan dan sianosis sentral
mengindikasikan beratnya hipoksemia.
c.
Auskultasi bunyi napas, catat area
penurunan aliran udara dan atau bunyi tambahan.
Rasional :
Bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area
konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus atau tertahannya
secret. Krekels basah menyebar menunjukkan cairan pada intestisial atau
dekompensasi jantung.
d.
Palpasi fremitus.
Rasional:
Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara
terjebak.
e.
Awasi tingkat kesadaran atau status
mental. Selidiki adanya perubahan.
Rasional:
Dapat menunjukkan peningkatan hipoksia atau komplikasi.
f.
Awasi tanda vital dan irama jantung.
Rasional:
Takikardia, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung.
g.
Berikan O2 tambahan melalui
nasal kanul, masker parsial atau masker dengan humidifikasi tinggi seuai
indikasi.
Rasional:
Memaksimalkan sediaan O2, khususnya bila ventilasi menurun
depresi anestesi atau nyeri, juga selama periode kompensasi fisiologi sirkulasi
terhadap unit fungsional alveolar.
h.
Awasi atau buat gambaran GDA, nasi
oksimetri. Catat kadar Hb.
Rasional:
Penurunan PaO2 atau peningkatan PaCO2 dapat
menunjukkan kebutuhan untuk dukungan ventilasi. Kehilangan darah bermakna dapat
mengakibatkan penurunan kapasitas pembawa O2, menurunkan PaO2.
4.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelelahan.
Intervensi:
a.
Kaji atau diskusikan tingkat kelelahan
pasien dan identifikasi aktivitas yang dapat dilakukan pasien.
Rasional:
Pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga, kelelahan otot menjadi
terus memburuk setiap hari karena proses penyakit dan munculnya
ketidakseimbangan natrium dan kalium.
b.
Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan
aktivitas. Buat jadwal perencanaan dengan pasien dan identifikasi aktivitas
yang menimbulkan kelelahan.
Rasional:
Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas
meskipun pasien mungkin sangat lelah.
c.
Berikan aktivitas alternative dengan
periode istirahat yang cukup atau tanpa diganggu.
Rasional:
Mencegah kelelahan yang berlebihan.
d.
Pantau nadi, frekuensi pernapasan dan
tekanan darah sebelum atau sesudah melakukan aktivitas.
Rasional:
Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara
fisiologis.
e.
Diskusikan cara penghematan kalori
selama mandi, berpindah tempat, dsb.
Rasional:
Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan
kebutuhan akan energi pada setiap kegiatan.
f.
Tingkatkan partisipasi pasien dalam
melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
Rasional:
Meningkatkan kepercayaan diri atau harga diri yang positif sesuai tingkat
aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Kasus
Ibu N (40 Thn) dibawa ke RS Respati
Yogyakarta oleh keluarganya dengan alasan mengalami badan yang terasa lemah dan sebelum dibawa ke
RS klien dirumah mengalami pingsan. Setelah dianamnesa, keluarga Ibu N
mengatakan bahwa sebelum dibawa ke RS klien mengeluhkan pusing dan penglihatan
kabur dan akhir-akhir ini klien sering
BAK, bila malam hingga 7 sampai 8 kali. Namun klien sering
merasa haus. Mukosa bibir klien kering, konjungtiva anemis, kulit tidak
elastis, CRT < 3 detik dan sionosis. Klien
mempunyai riwayat hipertensi dan tidak kontrol rutin.
BB klien menurun penurunan berat
badan 5 Kg
dalam 1 bulan terakhir. BB : 45kg dengan TB :
164cm. IMT : 16,8. Dari pemeriksaan TTV didapatkan = TD : 170/100 mmHg, Nadi : 110x/menit, RR : 26x/menit (cepat dangkal), T : 37,20C. Gula Darah sewaktu saat masuk 640 mg/dl.
B.Pengkajian Keperawatan
Tanggal pengkajian
: 27 April 2014.
Waktu : 10.00 WIB.
Ruang
: Melati 2, RS Respati Yogyakarta.
a.
Identitas Klien
Nama : Ny. N
Umur : 40 tahun.
Jenis kelamin : Perempuan.
Alamat : Ngemplak, Sleman.
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk : 27 April 2014.
No. RM : 00800901.
Diagnosa Medis : Diabetes
Melitus (DM) Tipe II.
b.
Identitas Penanggung jawab
Nama : Ny. N
Umur : 19 tahun
Alamat : Ngemplak Sleman.
Pekerjan : Ibu Rumah
Tangga
Hubungan dengan pasien : anak
c.
Keluhan Utama.
Klien merasa badannya lemah, sebelum
dibawa ke RS klien dirumah mengalami pingsan.
d.
Riwayat Penyakit Sekarang.
Pasien datang ke RS Respati Yogyakarta
pada tanggal 27 April 2014 melalui IGD dengan keluhan badan lemas dan sebelumnya klien sempat tidak sadarkan diri. Keluhan disertai dengan sering BAK terutama pada malam
hari, sering haus, namun badan klien semakin kurus. Dilakukan pemeriksaan gula darah pada pasien, yang ternyata didapatkan
hasil GDS = 425 g/dl. Oleh dokter yang memeriksa, pasien
dianjurkan untuk dirawat. Kemudian
klien dipindahkan ke ruang Melati 2. Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 27 April 2014, klien
masih terlihat lemah.
e.
Riwayat Penyakit Dahulu.
Klien memiliki riwayat penyakit
hipertensi.
f.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien ada yang memiliki
riwayat penyakit hipertensi.
g.
Genogram
Keterangan
:
:
laki-laki :
klien
: perempuan :
meninggal dunia
:
tinggal dalam 1 atap/rumah
:
garis keturunan
h.
Pemeriksaan
Pemeriksaan ABC
A :
tidak ada sumbatan jalan nafas
B :
RR: 26x/mnt, N : 120x/mnt, TD 170/100mmHg.
C :
CRT<3, sianosis, konjungtiva anemis.
D : CM, GCS : 14.
Pemeriksaan Fisik
-
KU : CM.
-
TTV :
TD:170/100 mmHg, N: 110 x/menit, RR:26x/menit, S:37,20
C.
-
BB : 45kg dengan TB :
164cm. IMT : 16,8.
-
Kepala : Mesoshepal
-
Rambut : Sedikit beruban.
-
Mata : Konjungtiva
anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor.
Visus : 3/6
-
Hidung : Simetris,
tidak ada sekret.
-
Mulut : Bibir sedikit
kering.
-
Gigi : Caries (+).
-
Leher : JVP 5-2
CmH2O.
-
Jantung :
Inspeksi : Ictus tidak
terlihat.
Palpasi : Ictus tidak
teraba.
Perkusi :
Batas atas : sela iga II
linea parasternal kiri.
Batas kanan : Sela iga V linea parasternal kanan.
Batas kiri : Sela iga VI linea midklavikula kiri
Auskultasi : BJ I -
II reguler, murmur (-), gallop (-).
-
Dada - Paru :
Inspeksi : Bentuk dada
normal, pergerakan nafas kanan kiri simetris.
Palpasi : Fremitus
taktil simetris kanan kiri.
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler,
Ronchi (-), Whizing (-).
-
Abdomen :
Inspeksi :
Perut datar, simetris
Palpasi : Nyeri
tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi :
Timpani.
Auskultasi : BU
(+) N.
-
Punggung :
CVA = Nyeri
tekan (-).
Nyeri ketok (-).
-
Alat Kelamin : Normal. Tidak ada edema, luka, mukosa
lembab.
-
Anus : Normal. Tidak terdapat hemoroid, atresia
ani (-).
-
Ekstremitas Atas dan Bawah : Tidak ada edema.
ROM :
4444 4444
3333 3333
i.
Pemeriksaan Laboratorium.
-
Pemeriksaan Darah Lengkap
No
|
Nilai Normal
|
Hasil Lab
|
1
|
Hb: L(13-16) P(12-15) gr/dl
|
Hb : 12,5 gr/dl
|
2
|
Hematokrit: L(40-54) P(37-47) %
|
Hematokrit : 31,8 %
|
3
|
Leukosit: 5.000-10.000 ribu/µL
|
Leukosit : 5.100 ribu/µL
|
4
|
Trombosit:150.000-450.000/mm3
|
Trombosit : 137.000/ mm3
|
5
|
MCV : 81 – 99 fL
|
MCV : 83 fL
|
6
|
MCH : 27,0 – 31,0 pg
|
MCH : 26,8 pg
|
7
|
MPV : 7,4 – 10,4 fL
|
MPV : 7,4 fL
|
8
|
MCHC : 32 - 36 g/dl
|
MCHC : 32,3
g/dl
|
9
|
Ureum : (18 – 55) mg/dl
|
Ureum : 50 mg/dl
|
10
|
Natrium
(135-145meq/L)
|
Na
: 150 meq/dl
|
11
|
Kalium
(3,5-5,5meq/L)
|
Kalium
: 6 meq/dl
|
12
|
Creatinin : (0,9 – 1,30 mg/dl)
|
Creatinin : 1,1 mg/dl
|
13
|
GDS : 125-200 mg/dl
|
GDS : 640 mg/ dl
|
14
|
pCO2
: (35-45mmHg)
|
pCO2
: 50 mmHg
|
15
|
HCO3
: (19-25meq/L)
|
HCO3
: 35meq/L
|
j.
Terapi yang diperoleh
-
Infus RL 20 tts/mnt.
-
Inj Ranitidin 1 amp/12 jam/IV.
-
Glibenklamid 2xI.
-
Neurosanbe 1 amp/hari.
-
Antasid syrup 3xI.
C.
Analisa Data
No
|
Data fokus
|
Etiologi
|
Problem
|
1
|
Do
:
-
Kulit tidak elastis,
konjungtiva anemis, mukosa bibir kering, CRT < 3 detik dan sionosis
-
AGD :
pCO2 : 50 mmHg
HCO3 : 35 meq/L
-
TTV, TD : 170/100mmHG, Nadi :
110x/menit, RR : 26x/menit.
Ds
:
-
Klien mengatakan badan terasa lemah
dan keluarga klien mengatakan klien sempat mengalami pingsan
|
Perubahan membran
alveolar dan kapiler
|
Gg.Pertukaran Gas
darah
|
2
|
Do
:
-
Kulit tidak elastis, konjungtiva
anemis, mukosa bibir kering.
Ds
:
-
keluarga ibu N mengatakan ibu N sering
BAK dan pada malam hari 7 sampai 8 kali.
-
Klien mengatakan sering haus
|
kehilangan
cairan aktif
|
Kekurangan volume
cairan
|
3
|
Do
:
-
BB klien menurun, penurunan berat
badan 5 Kg dalam 1 bulan terakhir. BB = 45kg, TB = 164cm dan IMT = 16, 8
Ds
: -
|
ketidakmampuan
untuk mengabsorbsi nutrisi
|
Ketidakseimbangan
nutris kurang dari kebutuhan tubuh
|
Diagnosa
keperawatan
1. Gangguan
pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar dan kapiler
2. Kekurangan
volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
3. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk mengabsorbsi
nutrisi
D.
Prioritas Diagnosa Keperawatan
1.
Gangguan pertukaran gas
b.d perubahan membran alveolar dan kapiler
2.
Kekurangan volume
cairan b.d kehilangan cairan aktif
3.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk
mengabsorbsi nutrisi.
E. Intervensi
Keperawatan
No
|
DIAGNOSA
|
NOC
|
NIC
|
1
|
Gangguan pertukaran
gas b.d perubahan membran alveolar dan kapiler
|
- Respiratory
Status : Gas exchange
- Keseimbangan
asam Basa, Elektrolit
- Respiratory
Status : ventilation
- Vital
Sign Status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
…. Gangguan
pertukaran pasien teratasi dengan kriteria hasi:
-
Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
-
Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress
pernafasan
-
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)
-
Tanda tanda vital dalam rentang normal
-
AGD dalam batas normal
Status neurologis dalam batas
normal
|
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.
- Berikan O2.
- Monitor respirasi dan status O2.
- Catat
pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal.
- Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
hiperventilasi.
- Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara tambahan.
- Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental.
- Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan
tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2, Suction, Inhalasi).
|
2
|
Kekurangan
Vol. Cairan b.d kehilangan cairan
aktif
|
-
Fluid balance
-
Hydration
-
Nutritional Status : Food and Fluid
Intake
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. defisit volume cairan teratasi dengan kriteria hasil:
-
Mempertahankan urine output sesuai
dengan usia dan BB, BJ urine normal,
-
Tekanan darah,
nadi, suhu tubuh dalam batas normal
-
Tidak ada
tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab,
tidak ada rasa haus yang berlebihan
-
Orientasi
terhadap waktu dan tempat baik
-
Jumlah dan irama
pernapasan dalam batas normal
-
Elektrolit, Hb,
Hmt dalam batas normal
-
pH urin dalam
batas normal
-
Intake oral dan
intravena adekuat
|
-
Pertahankan
catatan intake dan output yang akurat.
-
Monitor status
hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik),
jika diperlukan.
-
Monitor hasil lab
yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin, albumin,
total protein).
-
Monitor vital
sign.
-
Kolaborasi
pemberian cairan IV.
-
Monitor intake
dan urin output setiap 8 jam
|
3
|
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrisi
|
-
Nutritional status: Adequacy of nutrient
- Nutritional
Status : food and Fluid Intake
- Weight
Control
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama….nutrisi kurang teratasi dengan
indikator:
-
Albumin serum
-
Pre albumin serum
-
Hematokrit
-
Hemoglobin
-
Total iron binding capacity
Jumlah limfosit
|
-
Kaji adanya alergi makanan.
-
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
-
Yakinkan diet
yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi.
-
Monitor adanya
penurunan BB dan gula darah.
-
Monitor intake nuntrisi.
-
Informasikan pada
klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi.
-
Atur posisi semi fowler atau fowler
tinggi selama makan.
-
Pertahankan
terapi IV line.
|
F. Implementasi Keperawatan
NO
|
TGL/JAM
|
DIAGNOSA
|
IMPLEMENTASI
|
TGL/JAM
|
EVALUASI
|
TTD
|
1.
|
27/4/14
10.00WIB
|
Gangguan pertukaran gas
|
-
Memposisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
-
Mengauskultasi
suara nafas, catat adanya suara tambahan.
-
Berikan O2.
-
Monitor respirasi
dan status O2.
-
Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal.
-
Monitor pola
nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi.
-
Mengauskultasi
suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara
tambahan.
-
Monitor TTV, AGD,
elektrolit dan ststus mental.
-
Menjelaskan pada
pasien dan keluarga tentang persiapan tindakan dan tujuan penggunaan alat
tambahan (O2, Suction, Inhalasi).
|
27/4/14
10.30WIB
|
S
: klien mengatakan masih lemah.
O:
ekspresi wajah klien sedikit rileks dan
tenang, pernapasan masih cepat.
TTV
: TD : 170/100 mmHg,
Nadi
: 110x/menit, RR : 26x/menit (cepat
dangkal), S : 37,20C.
A
: masalah teratasi sebagian
P
: intervensi dilanjutkan
|
|
2.
|
27/4/14
12.00 WIB
|
Kekurangan Vol. Cairan b.d
|
-
Pertahankan
catatan intake dan output yang akurat.
-
Monitor status
hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik),
jika diperlukan.
-
Monitor hasil lab
yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin, albumin,
total protein).
-
Monitor vital
sign.
-
Kolaborasi
pemberian cairan IV.
-
Monitor intake
dan urin output setiap 8 jam.
|
27/4/14
12.30 WIB
|
S
: pasien mengatakan masih merasa haus.
O
: mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis, konjungtiva anemis.
TTV
: TD : 170/100 mmHg,
Nadi
: 110x/menit, RR : 26x/menit (cepat
dangkal), S : 37,20C.
A
: masalah belum teratasi
P
: intervensi dilanjutkan
|
|
3
|
27/4/14
13.00 WIB
|
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d
|
- Kaji
adanya alergi makanan.
- Kolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien.
- Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
untuk mencegah konstipasi.
- Monitor adanya penurunan BB dan gula darah.
- Monitor
intake nuntrisi.
- Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat
nutrisi.
- Atur
posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan..
- Pertahankan terapi IV line.
|
27/4/14
13.00 WIB
|
S
: klien merasa lapar
O
: BB klien menurun penurunan berat badan 5 Kg dalam 1 bulan terakhir. BB :
45kg dengan TB : 164cm. IMT : 16,8.
TTV
: TD : 170/100 mmHg,
Nadi
: 110x/menit, RR : 26x/menit (cepat
dangkal), S : 37,20C.
A
: masalah belum teratasi
|
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada BAB ini kelompok akan membahas tentang asuhan
keperawatan kegawatdaruratan pada pasien dengan hiperosmolar hiperglikemi
hipoglikemi. Hiperosmolar hiperglikemi hipoglikemi atau juga bisa disebut SHH
(Syndrome Hiperglikemia Hiperosmolar)
merupakan suatu kondisi akut dari diabetes melitus dimana penderita akan
mengalami dehidrasi berat yang menyebabkan gangguan mental, pusing serta kejang
bahkan dapat mengakibatkan koma. Berdasarkan kondisi tersebut pasien tidak
dapat melakukan aktivitas yang berat sehingga kelompok mengankat diagnosa
intoleransi aktivitas.
Keadaan
hormon pada pasien penderita SSH mengalami kekurangan hormon insulin dan
kelebihan hormon glukagon. Penurunan insulin menghamabat pergerakan glukosa ke
dalam sel sehingga terjadi penumpukan glukosa pada plasma darah. Peningkatan
hormon glukagon dapat menyababkan glycogenesis yang dapat meningkatkan kadar
glukosa pada plasma darah. Paningkatan kadar glukosa tersebut akan
mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar akan menarik cairan
intraseluler ke dalam intra vaskuler, sehingga dapat menurunkan volume cairan
intraseluler dan mengakibatkan pasien mengalami dehidrasi berat. Berdasarkan
penjelasan tersebut kelompok mengangkat diagnosa keperawatan Ketidakseimbangan
volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh untuk mengganti cairan yang telah
hilang pada pasien.
Produksi
insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel
sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan
perotein menjadi menipis karena digunakan untuk melakukan
pembakaran/metabolisme dalam tubuh. Keadaan tersebut menyebabkan pasien akan
merasa kelaparan sehingga mengakibatkan pasien banyak makan yang disebut
poliphagia. Meskipun pasien mengalami polpiphagia tetapi sel-sel tidak dapat
menerima glukosa karena defisiensi insulin yang ditandai dengan badan pasien
yang kurus dan terasa lemas. Berdasarkan penjelasan tersebut kelompok mengankat
diagnosa Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Kumpulan
sel merupakan substansi pembentuk jaringan. Kumpulan dari jaringan bekerja sama
untuk mencapai suatu tujuan akan membentuk organ. Sel-sel yang tidak
mendapatkan glukosa akan mengalami penuruan fungsi organ seperti otak, jantung
paru-paru, ginjal, dll. Sel-sel yang berada di paru-paru pasien tidak
mendapatkan makanan (glukosa) sehingga kerja dan fungsi dari paru-paru tersebut
mengalami penurunan sehingga pertukaran gas secara difusi pada pasien tidak
berjalan dengan normal. Berdasarkan kondisi tersebut kelompok mengangkat
diagnosa gangguan pertukaran gas.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hyperglikemia,
Hiperosmolar Non Ketogenik adalah sindrom berkaitan dengan kekurangan insulin
secara relative, paling sering terjadi pada panderita NIDDM.Angka kematian HHNK
40-50%, lebih tinggi dari pada diabetik ketoasidosis. Karena pasien HHNK
kebanyakan usianya tua dan seringkali mempunyai penyakit lain. Sindrome
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik mengambarkan kekurangan hormon insulin
dan kelebihan hormon glukagon.
Penurunan
insulin menyebabkan hambatan pergerakan glukosa ke dalam sel, sehingga terjadi
akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan hormon glukagon menyebabkan
glycogenolisis yang dapat meningkatkan kadar glukosa plasma. Peningkatan kadar
glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar serum akan menarik
cairan intraseluler ke dalam intra vaskular, yang dapat menurunkan volume
cairan intraselluler.
B.
Saran
Mahasiswa
keperawatan sebagai calon perawat profesional sebaiknya dapat mengetahui serta
memahami semua aspek-aspek penting mengenai hiperosmolar hiperglikemi
hipoglikemi agar dapat menerapkan perawatan yang profesional dan holistik,
mengingat bahwa penyakit ini merupakan penyakit yang memiliki komplikasi serta
dapat menyebabkan resiko terjadinya koma bahkan kematian. Aspek-aspek tersebut
terdiri dari definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan
penunjang, komplikasi serta penatalaksanaan medis maupun keperawatan dari
hiperosmolar hiperglikemi hipoglikemi. Mahasiswa diharapkan mampu menyampaikan
semua aspek tersebut baik pada pasien, keluarga pasien maupun pada masyarakat
luas.
DAFTAR PUSTAKA
Bustan.
2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Hardaye, W. R. 2012. Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketosis. http://kampusdokter.blogspot.com/2012/12/hiperglikemia-hiperosmolar-non-ketosis.html.
Diakses tanggal 29 April 2014.
Morton, P. G. 2011. Keperawatan Kritis vol. 2. Jakarta :
EGC.
Rengganis,
Iris dkk. 2007. Bunga Rampai Masalah Kesehatan Dari Dalam Kandungan Sampai
Lanjut Usia. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Riset Kesehatan Dasar. 2013. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Setiawan, Deni. 2011. Koma Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketosis.
http://lphalusinasi.blogspot.com/2011/05/koma-hiperglikemik-hiperosmolar-non.html.
Diakses tanggal 28 April 2014.